الحمدُ
لله رب العالمين، ربِّ السماوَاتِ والأَرْضِ وَمَا بَيْنَهُمَا الرَّحمنِ الحكيمِ
العليمِ، الذي يَعْلَم مَايَلِجُ فيِ الأَرْضِ وَمَا يَخْرُجُ مِنْهَا وَمَا
يَنْزِلُ مِنَ السَّمَاءِ وَمَا يَعْرُجُ فِيْهَا وَهُوَ الرّحِيمُ الغفور. لَهُ
الحمْدُ كَمَا يَنْبَغِي لِجَلاَلِ وَجْهِهِ وَعَظِيْمِ سُلْطَانِهِ، لَهُ
الْحَمْدُ بِالإسْلامِ وَلَهُ الحمْدُ بِالإيمانِ وَلَهُ الحمْدُ بِالقرآن، لَهُ
الحمْدُ عَلَى مَا يَسَّرَ لَناَ مِنْ
إتماَمِ رَمَضان والتوفيق باِلصيام والقِياَم، له الحمد على نِعَمِهِ العظيمَة
حَيْثُ أَرْسَلَ إِلَيْنَا أَفْضَلَ رُسُلِهِ وَأَنْزَلَ عَلَيْنَا أَفْضَلَ
كُتُبِهِ، وَشَرَعَ لَناَ أَفْضَلَ شَرَائِعِ دِيْنِهِ وَجَعَلَنَا مِنْ خَيْرِ
أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ. له الحمد حَتىَّ يَرْضَى وَلَهُ الحمد إذا رَضِيَ
وله الحمد بَعْد الرِّضَى. نحمدًه ونستعينه ونَسْتَهْدِيْهِ ونستغْفِرُه ونَتُوبُ
إليهِ. إِيَّاهُ نَعْبُدُ وَلَهُ نُصَلِّي وَنَسْجُدُ وَنَرْجُو رَحْمَتَهُ
وَنَخْشَي عَذَابَه إنَّ عَذَابَهُ كَانَ غَرَامًا.
نشهد
أن لا إله إلا الله ونشهد أن محمدا عبده ورسوله المَبْعُوْثُ رَحْمَةً للعالمين
قَائِدُ المجُاَهِدِين وَإِمَامُ المُتَّقِين. نُصَلِّي وَنُسَلِّم عليه وعلى آله
وصحبه ومن سَارَ عَلىَ نهجِهِ وَجَاهَدَ بِجِهَادِه إلى يومِ الدِّين.
أمَّا
بَعْدُ، فيا عِبَادَ الله أُوْصِيْكُم وَنَفْسِيَ الخاَطِئَة المُذْنِبَة بِتَقْوَى
الله فَإِنَّ الله مع الذين اتقوا والذين هم محسنون.
Allahu Akbar, Allahu Akbar (12x)
La Ilaha Illallah Allahu Akbar,
Allahu Akbar Wa lillahil Hamd
Kaum Muslimin Al-Muta’ayyidin wal Muta’ayyidat yang dimuliakan Allah
Lafazh lafazh
Takbir, Tahmid dan Tahlil, kita kumandangkan pada hari kemenangan ini, sebagai
pengamalan sunnah Rasulullah SAW, sebagai wujud syukur kepada Allah atas
kemenangan kita menyelesaikan seluruh rangkaian ibadah sebulan penuh Bulan
Mulia Ramadhan. Teriring do’a semoga Allah SWT menerima dan memberkati semua
amal ibadah kita. Amin.
Semoga sekolah
Ramadan ini telah melahirkan kita kembali menjadi manusia manusia baru; yang
orientasi hidupnya meraih ridha Allah jelas tertancap dalam sanubarinya, yang
peta jalannya menuju surga jelas terbayang dalam benaknya, yang tekadnya
beramal tak kan dapat dihalangi oleh rintangan sebesar apapun.
Sesungguhnya
ramadhan ini menjadi momentum berkala yang Allah sediakan bagi setiap mukmin
untuk melakukan pembaruan dan penguatan iman. Ibarat teknologi yang mesti
dilakukan up date dan penginstalan system baru maka demikianlah gambaran
keimanan kita yang terbarukan kembali melalui tarbiyah ramadhan. Keimanan kita
diperkuat kembali melalui amaliyah ramadhan yang kita lakukan, dzikir yang
diwiridkan, doa yang dipanjatkan, shalat taraweh yang ditunaikan, infak sedekah
yang didermakan dan amalan lainnya. Ini adalah isyarat yang jelas yang Allah
sampaikan dalam firmanNya berkaitan dengan kewajiban puasa.
يٰٓاَيُّهَا
الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ
مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَۙ
Wahai
orang yang beriman diwajibkan bagi kalian berpuasa sebagaimana telah diwajibkan
atas umat sebelum kalian, agar kalian bertaqwa (Al-Baqarah:183)
Ayat ini memberikan statement jelas bahwa dari
puasa yang dilakukan diharapkan melahirkan pribadi bertaqwa bagi yang
melaksanakannya. Taqwa adalah sifat atau bisa disebut sebagai karakter seorang
mukmin. Taqwa adalah gambaran karakter seorang mukmin yang paripurna.
Mari kita renungkan firman Allah:
لَيْسَ
الْبِرَّاَنْ تُوَلُّوْا وُجُوْهَكُمْ قِبَلَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ وَلٰكِنَّ
الْبِرَّ مَنْ اٰمَنَ بِاللّٰهِ وَالْيَوْمِ الْاٰخِرِ وَالْمَلٰۤىِٕكَةِ
وَالْكِتٰبِ وَالنَّبِيّٖنَ ۚ وَاٰتَى الْمَالَ عَلٰى حُبِّهٖ ذَوِى الْقُرْبٰى
وَالْيَتٰمٰى وَالْمَسٰكِيْنَ وَابْنَ السَّبِيْلِۙ وَالسَّاۤىِٕلِيْنَ وَفىِ
الرِّقَابِۚ وَاَقَامَ الصَّلٰوةَ وَاٰتَى الزَّكٰوةَ ۚ وَالْمُوْفُوْنَ
بِعَهْدِهِمْ اِذَا عَاهَدُوْا ۚ وَالصّٰبِرِيْنَ فِى الْبَأْسَاۤءِ
وَالضَّرَّاۤءِ وَحِيْنَ الْبَأْسِۗ اُولٰۤىِٕكَ الَّذِيْنَ صَدَقُوْا
ۗوَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْمُتَّقُوْنَ
Kebajikan
itu bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan ke barat, tetapi kebajikan
itu ialah (kebajikan) orang yang beriman kepada Allah, hari akhir,
malaikat-malaikat, kitab-kitab, dan nabi-nabi dan memberikan harta yang
dicintainya kepada kerabat, anak yatim, orang-orang miskin, orang-orang yang dalam
perjalanan (musafir), peminta-minta, dan untuk memerdekakan hamba sahaya, yang
melaksanakan salat dan menunaikan zakat, orang-orang yang menepati janji
apabila berjanji, dan orang yang sabar dalam kemelaratan, penderitaan dan pada
masa peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar, dan mereka itulah
orang-orang yang bertakwa. (Al-Baqarah:177)
Dalam ayat ini jelas tergambar karakter orang
bertakwa adalah yang memiliki unsur keimanan yang sempurna (orang yang beriman
kepada Allah, hari akhir, malaikat-malaikat, kitab-kitab, dan nabi-nabi). Orang
bertakwa adalah yang memiliki empati kepada sesama dan memiliki interaksi
sosial yang baik (memberikan harta yang dicintainya kepada kerabat, anak yatim,
orang-orang miskin, orang-orang yang dalam perjalanan (musafir), peminta-minta,
dan untuk memerdekakan hamba sahaya). Orang bertakwa memiliki perhatian besar
terhadap ibadah mahdhah (melaksanakan salat dan menunaikan zakat). Orang
bertakwa memiliki pribadi yang kokoh dan tangguh (orang-orang yang menepati
janji apabila berjanji, dan orang yang sabar dalam kemelaratan, penderitaan dan
pada masa peperangan).
Di ayat yang lain Allah berfirman:
الَّذِينَ
يُنْفِقُونَ فِي السَّرَّاءِ وَالضَّرَّاءِ وَالْكاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعافِينَ
عَنِ النَّاسِ وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ . وَالَّذِينَ
إِذا فَعَلُوا فاحِشَةً أَوْ ظَلَمُوا أَنْفُسَهُمْ ذَكَرُوا اللَّهَ
فَاسْتَغْفَرُوا لِذُنُوبِهِمْ وَمَنْ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلَاّ اللَّهُ وَلَمْ
يُصِرُّوا عَلى ما فَعَلُوا وَهُمْ يَعْلَمُونَ
(yaitu)
orang yang berinfak, baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang
menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang lain. Dan Allah mencintai
orang yang berbuat kebaikan. Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan
perbuatan keji atau menzalimi diri sendiri, (segera) mengingat Allah, lalu
memohon ampunan atas dosa-dosanya, dan siapa (lagi) yang dapat mengampuni
dosa-dosa selain Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan dosa itu, sedang
mereka mengetahui. (Ali Imran:134-135)
Dari ayat-ayat di atas memberikan gambaran
yang semakin jelas bahwa takwa sebagai tujuan dari ibadah puasa beserta amalan
ramadhan yang lainnya membentuk kepribadian seorang mukmin yang paripurna dalam
kehidupannya.
Allahu Akbar, Allahu Akbar (12x)
La Ilaha Illallah Allahu Akbar,
Allahu Akbar Wa lillahil Hamd
Kaum Muslimin Al-Muta’ayyidin wal Muta’ayyidat yang dimuliakan Allah
Dalam khutbah ini
akan kita sebutkan beberapa karakter taqwa utama yang seyogyanya senantiasa
diperjuangkan untuk dimiliki oleh kita semua.
1.
Ikhlash
sebagai prinsip dasar amalan
Ikhlash
adalah syarat diterimanya oleh Allah setiap amalan yang dilakukan oleh
seseorang. Jika amal yang dilakukan didasari dengan keikhlasan dalam arti hanya
mengharapkan ridho Allah maka itulah yang akan diberi pahala dan ganjaran yang
terbaik di sisiNya. Sebaliknya jika amalan yang dilakukan tidak didasari
keikhlasan maka Allah berlepas diri darinya.
إنَّمَا
الأعمَال بالنِّيَّاتِ وإِنَّما لِكُلِّ امريءٍ ما نَوَى فَمَنْ كَانَتْ
هِجْرَتُهُ إلى اللهِ ورَسُولِهِ فهِجْرَتُهُ إلى اللهِ ورَسُوْلِهِ ومَنْ كَانَتْ
هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصِيْبُها أو امرأةٍ يَنْكِحُهَا فهِجْرَتُهُ إلى ما
هَاجَرَ إليهِ
“Sesungguhnya setiap amalan tergantung pada niatnya. Setiap orang akan
mendapatkan apa yang ia niatkan. Siapa yang hijrahnya karena Allah dan
Rasul-Nya, maka hijrahnya untuk Allah dan Rasul-Nya. Siapa yang hijrahnya
karena mencari dunia atau karena wanita yang dinikahinya, maka hijrahnya kepada
yang ia tuju.” (HR. Bukhari dan Muslim) [HR. Bukhari, no. 1 dan Muslim, no.
1907]
Maka kunci mendapatkan rahmat
Allah melalui amal shaleh bukan pada kuantitas sebuah amalan tapi dilihat dari
apa yang mendasari sebuah amalan. Coba kita renungkan dengan sungguh-sungguh
riwayat yang menyampaikan tentang seorang wanita pelacur yang masuk syurga
karena memberi minum seekor anjing
عن أبي
هريرة - رضي الله عنه -، قال النبي - صلى الله عليه وسلم غُفِر لامرأةٍ
مومِسَةٍ مرت بكلب على رأس رَكيٍّ كاد يقتله العطش، فنزعت خفها فأوثقته بخمارها،
فنزعت له من الماء فَغُفِر لها بذلك
Dari Abu Hurairah, Rasulullah bersabda, “Telah diampuni seorang wanita
pezina yang lewat depan anjing yang menjulurkan lidahnya pada sebuah sumur. Dia
berkata ‘Anjing ini hampir mati kehausan.’ Lalu dilepaslah sepatunya kemudian
diikatnya dengan kerudungnya lalu diberinya minum. Maka diampuni wanita itu
karena memberi minum.” (HR Bukhari)
Diriwayatkan
Imam Muslim dalam Shahih-nya, terdapat suatu hadits Nabi SAW. Beliau suatu
kali bersabda di hadapan para sahabat. "Ada seseorang (dari zaman silam)
yang tidak pernah melakukan suatu kebajikan pun (semasa hidupnya) berpesan
kepada keluarganya. Apabila dia sudah meninggal dunia, maka bakarlah (jasad)
dia. Lantas, taburkanlah separuh darinya (abu jasad) di atas tanah, sedangkan
separuhnya (lagi) di atas lautan," kata Rasulullah SAW membuka
kisahnya.
Mengapa
laki-laki itu berwasiat demikian? Ternyata, rasa takutnya akan azab Allah SWT
begitu mencekam dirinya yang di ambang ajal. "Karena demi Allah, jika
Allah menangkapnya, pasti (Allah) akan menyiksanya dengan siksa yang tidak Dia
timpakan kepada siapapun (selain diri ini)," demikian kata-kata si
laki-laki tadi.
Maka
ketika akhirnya pria itu wafat, seluruh anggota keluarganya melaksanakan amanat
tersebut. Jasad orang itu dibakar, untuk kemudian abunya dipilah dua dan
disebar di dua tempat berbeda.
Allah
SWT kemudian memerintahkan daratan dan lautan. Maka berkumpullah semua abu
jasad laki-laki tadi.
Allah
Ta'ala lalu memanggil pria itu, "Mengapa kamu melakukan hal itu?"
"Karena
aku takut kepada-Mu, ya Tuhanku dan Engkau sungguh Maha mengetahui," jawab
insan ini.
Allah
lantas mengampuni dosa-dosanya karena rasa takut hamba-Nya ini kepada Sang
Pencipta.
Olehnya
itu, mari kita koreksi sungguh-sungguh diri kita masing-masing pada setiap amal
shaleh yang kita lakukan.
Kita
melakukan shalat, iya...tapi bukankah seringkali muncul dalam hati kita
perasaan bangga dengan shalat yang dilakukan saat melihat orang lain tidak
shalat?
Kita
berinfak. Iya.. tapi bukankah ada perasaan senang ketika nama kita disebut? Dan
merasa ada yang kurang jika tidak disebutkan?
Kita
tilawah Al-Qur’an, hadir di pengajian dan ceramah, berpakaian yang sesuai
syariat...iya, tapi mari kita koreksi ulang dengan sungguh-sungguh penyakit
riya dalam hati kita.
2.
Istiqamah
dalam keimanan dan amal shaleh
Beristiqamah
di Jalan Allah berarti: Bersifat teguh dan kuat dalam mengamalkan dan
meningkatkan pengamalan terhadap ajaran Allah dan RasulNya.
Allah ta’ala berfirman:
فَاسْتَقِمْ
كَمَآ اُمِرْتَ وَمَنْ تَابَ مَعَكَ وَلَا تَطْغَوْاۗ اِنَّهٗ بِمَا تَعْمَلُوْنَ
بَصِيْرٌ
"Maka beristiqamahlah sesuai yang diperintahkan kepadamu; dan
orang orang yang bertaubat bersamamu; dan janganlah melampaui batas,
sesungguhnya DIA (Allah) Maha Melihat apa yang kamu kerjakan".
Beristiqamah
adalah syarat dari iman yang benar dan baik; syarat dari taubat yang benar dan
baik; syarat dari menuntut ilmu Islam yang benar dan baik; syarat dari
pengamalan semua ajaran Islam. Karena Allah memerintahkan kita untuk beribadah
sampai kita mati. Allah memerintahkan kita untuk menyambung amal dengan amal,
bahkan selalu berjuang untuk memperbaiki amal dan menyempurnakan amal.
وَٱعْبُدْ
رَبَّكَ حَتَّىٰ يَأْتِيَكَ ٱلْيَقِينُ
"Dan beribadahlah kepada Tuhanmu sampai datang
kematian kepadamu"
QS: Al-Hijr (15): 99
Istiqamah
dalam keimanan dan tidak berhenti dalam amal shaleh adalah kunci amal terbaik.
Dari
’Aisyah –radhiyallahu ’anha-, beliau mengatakan bahwa
Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda:
أَحَبُّ
الأَعْمَالِ إِلَى اللَّهِ تَعَالَى أَدْوَمُهَا وَإِنْ قَلَّ
”Amalan yang paling dicintai oleh Allah Ta’ala adalah amalan yang
kontinu walaupun itu sedikit.”
’Alqomah
pernah bertanya pada Ummul Mukminin ’Aisyah, ”Wahai Ummul Mukminin, bagaimanakah
Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam beramal? Apakah beliau
mengkhususkan hari-hari tertentu untuk beramal?” ’Aisyah menjawab:
لاَ.
كَانَ عَمَلُهُ دِيمَةً وَأَيُّكُمْ يَسْتَطِيعُ مَا كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى
الله عليه وسلم- يَسْتَطِيعُ
”Tidak. Amalan beliau adalah amalan yang kontinu (rutin
dilakukan). Siapa saja di antara kalian pasti mampu melakukan yang beliau
shallallahu ’alaihi wa sallam lakukan.”
Al
Hasan Al Bashri mengatakan, ”Wahai kaum muslimin, rutinlah dalam beramal,
rutinlah dalam beramal. Ingatlah! Allah tidaklah menjadikan akhir dari
seseorang beramal selain kematiannya.”
Beliau
rahimahullah juga mengatakan, ”Jika syaithon melihatmu kontinu dalam melakukan
amalan ketaatan, dia pun akan menjauhimu. Namun jika syaithon melihatmu beramal
kemudian engkau meninggalkannya setelah itu, malah melakukannya sesekali saja,
maka syaithon pun akan semakin tamak untuk menggodamu.”
Bagaimana
caranya agar kita bisa beritiqamah dalam keimanan dan amal shaleh? Di antaranya
adalah dengan meningkatkan iman secara berkesinambungan berdasarkan ilmu yang
benar dan tafakkur yang benar, amal ibadah yang benar, kesucian hati, keindahan
akhlak mulia dan da'wah bijak. Selain itu kita harus rela berkorban dalam
menetapi kebenaran dan amal shaleh; berkorban waktu, materil, perasaan. Kita
renungkan firman Allah Ta’ala:
أَمْ
حَسِبْتُمْ أَنْ تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ وَلَمَّا يَعْلَمِ اللَّهُ الَّذِينَ
جَاهَدُوا مِنْكُمْ وَيَعْلَمَ الصَّابِرِينَ
"Apakah kamu menyangka bahwa kamu akan masuk Syurga, sebelum Allah
membuktikan orang orang yang berjuang di antara kamu; dan membuktikan orang
orang yang bersabar?!". QS: Ali Imran (3): 142
Maka
mari kita bertekad dan memaksa diri kita secara berkesinambungan dalam amal
shaleh
Asy
Syibliy pernah ditanya, ”Bulan manakah yang lebih utama, Rajab ataukah
Sya’ban?” Beliau pun menjawab, ”Jadilah Rabbaniyyin dan janganlah menjadi Sya’baniyyin.”
Maksudnya adalah jadilah hamba Rabbaniy yang rajin ibadah di setiap bulan,
sepanjang tahun dan jangan hanya beribadah pada bulan Sya’ban saja. Kami kami
juga dapat mengatakan, ”Jadilah Rabbaniyyin dan janganlah menjadi
Romadhoniyyin.” Maksudnya, beribadahlah secara kontinu sepanjang tahun dan
jangan hanya beribadah pada bulan Ramadhan saja.
3.
Bertaubat
menjadi kebiasaan dengan pengakuan yang sungguh-sungguh.
Kita
sadar bahwa kita adalah hamba Allah yang lemah. Dengan kelemahan yang dimiliki
itulah terkadang terjerumus karena hawa nafsu ke dalam pelanggaran dan dosa.
Seringkali kita begitu ringan tidak melakukan perintah dan ketentuan Allah dan
RasulNya. Belum lagi syaitan yang senantiasa datang untuk menggelincirkan kita
dari jalan Allah.
Dengan
kelamahan kita sebagai manusia yang disebutkan dalam ungkapan:
اَلْاِنْسَانُ
مَحَلُّ الْخَطَاءِ وَالنِّسْيَانِ
Dan
diperjelas dalam hadits Nabi
كُلُّ
ابْنِ آدَمَ خَطَّاءٌ وَخَيْرُ الْخَطَّائِينَ التَّوَّابُونَ
Setiap anak Adam pernah berbuat salah dan sebaik-baik yang berbuat
salah adalah yang bertobat dari kesalahannya. (HR. At Tirmidzi no. 2499, Hasan)
Maka
kebiasaan beristighfar dan bertaubat harus dilakukan oleh setiap orang beriman.
Allah berfirman:
وَتُوبُوا
إِلَى اللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَ الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang
beriman supaya kamu beruntung.(An-Nur:31)
Dan
Rasulullah memberikan contoh yang luar biasa kepada kita, beliau bersabda:
وَاللَّهِ
إِنِّى لأَسْتَغْفِرُ اللَّهَ وَأَتُوبُ إِلَيْهِ فِى الْيَوْمِ أَكْثَرَ مِنْ
سَبْعِينَ مَرَّةً
“Demi Allah. Sungguh aku selalu beristighfar dan bertaubat kepada Allah
dalam sehari lebih dari 70 kali.” (HR. Bukhari)
Beliau shallallahu
‘alaihi wa sallam juga bersabda:
يَا
أَيُّهَا النَّاسُ تُوبُوا إِلَى اللَّهِ فَإِنِّى أَتُوبُ فِى الْيَوْمِ إِلَيْهِ
مِائَةَ مَرَّةٍ
“Wahai sekalian manusia. Taubatlah (beristigfar) kepada Allah karena
aku selalu bertaubat kepada-Nya dalam sehari sebanyak 100 kali.” (HR. Muslim)
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam juga bersabda:
مَا
أَصْبَحْتُ غَدَاةً قَطٌّ إِلاَّ اِسْتَغْفَرْتُ اللهَ مِائَةَ مَرَّةٍ
“Tidaklah aku berada di pagi hari (antara terbit fajar hingga terbit
matahari) kecuali aku beristigfar pada Allah sebanyak 100 kali.” (HR. An
Nasa’i. Dishohihkan oleh Syaikh Al Albani di Silsilah Ash
Shohihah no. 1600)
Dari
Ibnu Umar, beliau mengatakan bahwa jika kami menghitung dzikir
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam satu majelis, beliau
mengucapkan:
رَبِّ
اغْفِرْ لِى وَتُبْ عَلَىَّ إِنَّكَ أَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ
Ya Allah ampunilah aku dan terimalah taubatku, sesungguhnya Engkau Maha
Penerima Taubat lagi Maha Penyayang] sebanyak 100 kali. (HR. Abu Daud.
Dikatakan shohih oleh Syaikh Al Albani dalam Silsilah Ash
Shohihah no. 556)
Dan
bacaan istighfar yang paling sempurna yang diwariskan oleh beliau Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam:
اَللَّهُمَّ
أَنْتَ رَبِّيْ لاَ إِلَـهَ إِلاَّ أَنْتَ، خَلَقْتَنِيْ وَأَنَا عَبْدُكَ،
وَأَنَا عَلَى عَهْدِكَ وَوَعْدِكَ مَا اسْتَطَعْتُ، أَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا
صَنَعْتُ، أَبُوْءُ لَكَ بِنِعْمَتِكَ عَلَيَّ، وَأَبُوْءُ بِذَنْبِيْ فَاغْفِرْ
لِيْ فَإِنَّهُ لاَ يَغْفِرُ الذُّنُوْبَ إِلاَّ أَنْتَ
Ya Allah! Engkau adalah Rabbku, tidak ada Rabb yang berhak disembah
kecuali Engkau. Engkaulah yang menciptakanku. Aku adalah hamba-Mu. Aku akan
setia pada perjanjianku dengan-Mu semampuku. Aku berlindung kepada-Mu dari
kejelekan yang kuperbuat. Aku mengakui nikmat-Mu kepadaku dan aku mengakui
dosaku, oleh karena itu, ampunilah aku. Sesungguhnya tiada yang mengampuni dosa
kecuali Engkau].” (HR. Bukhari no. 6306)
Bagaimana
caranya agar kita mau bertaubat dan beristighfar? Lakukan evaluasi diri dan
pengakuan:
-
Ya Allah aku
ini banyak lalai dari perintahMu dan banyak melakukan dosa
-
Ya Allah aku
shalat, tapi shalat yang aku lakukan jarang yang khusyu bahkan tidak khusyu
sama sekali, tidak atau jarang berjama’ah di masjid, tidak tau gerakan dan
bacaan shalat yang sempurna, sementara aku berharap shalatkulah yang menjadi
kunci dari amal kebaikanku yang lain
-
Ya Allah...
akhlaq dan perilakuku belum mencerminkan muslim yang baik. Saya masih senang
ghibah, masih iri hati dan hasad, sering marah, menyakiti dengan perkataan
kasar
-
Ya Allah...
aku sebagai seorang suami masih kurang dalam menjadi qudwah dalam rumah tangga,
lalai dari anak yang tidak atau malas shalat, lalai dari istri dan anak
perempuan dewasa yang belum menutup aurat
-
Ya Allah...
aku sebagai seorang istri, belum memberikan ketaatan terbaik untuk suami,
menuntut di luar kemampuannya.
-
Ya Allah...
aku sebagai seorang pejabat, pedagang, guru, petani dst....
Mari
kita lakukan pengakuan ini lalu kemudian bertaubat sungguh-sungguh kepada Allah
ta’ala.
Posting Komentar untuk "3 CIRI TAQWA PASCA RAMADHAN"